Kamis, 04 Februari 2010

Terus Belajar Belajar Terus

Tidak ada istilah untuk berhenti belajar, mogok belajar, cuti belajar atau istilah lainnya. Karena mau tidak mau belajar adalah sebuah kewajiban manusia. Tanpa kita sadari meski kita bukan orang sekolahan (kuliahan) sebenarnya kita telah belajar, setiap menit, setiap waktu. 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Lho,...

Ya, sudah menjadi kodrat kita sebagai manusia untuk selalu belajar dan belajar hingga ajal kita menjemput, plus saat kita nanti dibimbing sebelum jasad kita dimakamkan (kalau ada yang memakamkan sih). Memang seperti itu adanya, sudah menjadi fitrah manusia, untuk selalu menemukan kebenaran demi kebenaran, persis seperti air yang selalu mengalir mencari muara. Sama dengan pergerakan akar tumbuhan untuk menemukan makanannya. Itulah fitrah, naluri. Meski setiap manusia akan melewati jalannya masing-masing, tidak harus sama dengan manusia lainnya.

Coba bayangkan, saat manusia masih berupa janin dalam kandungan dia sudah harus mulai belajar, belajar untuk bisa menerima segala asupan nutrisi dari plasenta sang ibu. Ketika baru dilahirkan dia harus belajar lagi untuk bisa menerima keadaan yang sangat berbeda dengan keadaan saat ia masih dalam kandungan. Begitu seterusnya hingga nanti ia tumbuh dewasa dan meninggal, kembali kepada Sang Pencipta.

Proses tumbuh dan kembang seperti itu akan dialami oleh semua manusia tanpa terkecuali, namun pencapaian derajat keilmuannya yang akan membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya. Derajat keilmuan itu adalah sikap manusia dalam memahami kehidupan ini. Mungkin, diantaranya adalah pemahaman dari mana manusia berasal, lantas dilanjutkan dengan pemahaman untuk apa manusia diciptakan dan kemana manusia akan kembali.

Sebagaimana air yang mengalir melawati sungai dan lembah seperti itulah perjalanan hidup manusia. Air berasal dari hujan, tersimpan dalam pori-pori tanah melalui proses alam (akar-akar pohon), lantas menjadi mata air yang siap mengalir melewati sungai dan lembah, mampir sebentar memberikan pengabdian sucinya bagi kelangsungan hidup semesta sebelum ia sampai muara dan lebur menjadi satu (moksa) bersama lautan luas. Disitulah air menemukan kehidupan sejatinya.

Manusiapun melakukan proses yang sama seperti itu. Manusia bermula dari Dzat yang Maha Tinggi, lantas singgah sebentar dalam kandungan sang ibu. Lahir ke dunia sebagai manusia sejati untuk mengabdikan dirinya bagi kebaikan semesta (benarkah seperti itu??), berperan dalam kehidupan bermasyarakat sambil terus belajar dan belajar, menguji kesejatiannya melalui sikap, olah pikir dan olah dzikir sebagai proses untuk menggapai kesempurnaannya, sebagai bekal untuk meleburkan dirinya pada alam tanpa batas (moksa), menemukan fitrahnya dalam kebenaran yang sejati, kebenaran Illahi. Kembali kepada Dzat Yang Maha Tinggi.

Wallohu'alam bishowab...

Semar, belajar lagi dan lagi
Surabaya, 4 Februari 2010

Selasa, 02 Februari 2010

Biasa Begitu

Biasa begitu... Begitu itu biasa, hahahaha....

Kehidupan selalu berisi rupa-rupa rupa. Berwajah-wajah wajah. Banyak topeng yang samar yang terkadang membuat kita bingung, linglung dan limbung. Itu sudah sangat biasa. sudah biasa seperti itu.

Ada kesempatan, ada harapan,ada keinginan ada kebutuhan, ada pencapaian dan ada yang hendak dicapai. Oalah...biyung...biyung...biyung... kok ya ada begitu banyak rupa. Tak ada pilihan hidup menjadi kurang variatif. Banyak pilihan menjadi kurang percaya diri.Apa sih sebenarnya harapan dari kehidupan ini???

Kalau diambil pilihan A lantas pilihan B akan jadi korban padahal kita tidak pernah tahu, lebih baik mana antara A atau B atau bahkan C yang jauh lebih baik dari kedua pilihan tersebut? Atau, jangan-jangan sebentar lagi akan ada pilihan D yang juuuaaauh lebih baik lagi.

Sedangkan kebaikan itu sendiri tidak berada pada kita, bukan berada pada pilihan kita. Atau, jangan-jangan malah kebaikan itu ada pada diri kita?? Oalah Gusti...Gusti... terkadang hidup ini terasa sangat mudah tapi kok ya kadang-kadang menjadi sangat sulit lho...

Atau, memang sengaja Tuhan membuat kehidupan ini menjadi penuh misteri agar kita bisa bermain-main seperti anak kecil yang sedang bermain petak umpet itu. setegang bagaimanapun mereka, tetap itu sebuah permainan yang tidak serius sama sekali tapi harus tetap dimainkan dengan serius. Disitulah sebenarnya letak keasyikannya yang membuat kita selalu kecanduan untuk bermain dan bermain lagi.

Lha, kalau memang begitu apa pantas kalau kita lantas bingung dan linglung?? ya, monggo saja kita bersama-sama melanjutkan permainan "petak umpet" ini, santai aja men..jangan mudah menyerah, jangan takut gagal kalau misalnya tebakanmu gagal ya kita bermain lagi dari awal, gampang kan?!

Semar, dasar ora jelas blass.