Selasa, 19 Januari 2010

Mbah Kyai Semar

Malam semakin larut. Hening, hanya suara gemericik hujan yang masih terdengar, sesekali bunyi nyanyian jangkrik ikut menemani Mbah Kyai Semar (begitu biasa orang kampung menyebutnya). Entah apa yang dilakukan oleh Mbah Kyai Semar, hampir setiap malam beliau selalu duduk termenung disamping teras rumahnya, diam tak bersuara hanya terkadang nampak asap tembakau yang mengepul dari celah bibirnya yang doweh.

Pernah suatu saat, Kang Darno memberanikan diri bertanya pada diri Mbah Kyai Semar mengenai kebiasaannya merenung, menyendiri ditengah malam itu. Namun, Mbah Kyai semar hanya menjawab,"opo to, Dar.. kalau malem itu sumuk, hawane panas dadi ngisis di luar rasane bikin marem". Hanya itu jawaban Mbah Kyai Semar, namun Kang Darno, Kang Jais maupun Kang Sholeh masih belum percaya karena pernah suatu malam saat musim bedinding (dingin), mereka ini melihat Mbah Kyai Semar sedang menghisap rokok tembakaunya sambil ote-ote alias tidak pake baju hanya celana komprang hitam saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar